Gaung internet generasi kelima atau 5G, sudah santer terdengar dari tahun lalu. Masih banyak orang belum sadar apa yang akan terjadi ketika sebuah negara mengimplementasikan teknologi ini.
Sebagian besar hanya melihat 5G dari sisi kecepatan. Tetapi mengapa negara-negara maju begitu cepat berkejaran untuk menjadi yang pertama mengadopsi teknologi ini?
Alasan utamanya sebenarnya adalah karena 5G bukan sekadar kecepatan koneksi, dan bukan tentang kecepatan data di smartphone. Implementasinya akan jauh lebih besar dari itu dan akan mendisrupsi banyak bidang sehingga berpengaruh terhadap kemajuan dan perubahan sebuah negara sekalipun.
Indonesia didorong masuk ke Industri 4.0, birokrasi yang lebih singkat dan cepat, dan kota-kota di Indonesia yang pintar, atau smart city, yang berarti tulang punggungnya adalah internet yang cepat, lebar, dan bisa diandalkan. Itu berarti, implementasi 5G harus menjadi bagiannya.
Sudah jamak kita mendengar jawaban banyak orang ketika berkomentar tentang 5G, bahwa di Indonesia, 4G sendiri saja belum merata dan masih belum bagus dari sisi kecepatan. Bahkan Menteri Kominfo Indonesia yang baru, tidak terlalu memprioritaskan implementasi 5G, dan memilih untuk meratakan kemampuan 4G.
Kapan Indonesia akan mulai mengimplementasikan 5G? Sampai saat ini baru operator yang rajin melakukan trial. Tetapi sebenarnya, kepastiannya masih belum jelas.
Rencananya dulu, Oktober 2019 akan dilakukan pembahasan spektrum 5G, di frekuensi mana Indonesia akan menjalankan 5G. Tetapi ketika saatnya tiba, Indonesia sedang melakukan penggantian menteri. Alhasil, rencana ini pun mundur, dan hingga sekarang belum ada kepastian.
Dalam infografis penyebaran 5G di banyak negara, bahkan hingga tahun 2021 ke atas sekalipun, meski negara-negara tetangga seperti Kamboja, Myanmar, Srilanka sudah tampil sebagai negara yang menggelar 5G, terlihat Indonesia masih belum tampak dalam database.
Menggelar teknologi 5G ini memang membutuhkan investasi dan usaha yang tidak sedikit, termasuk urusan refarming frekuensi, atau persiapan spektrum untuk 5G.
Belum lagi kabar dari para operator, bahwa investasi 4G kemarin saja belum balik modal. Ini membuat kehadiran teknologi 5G untuk Indonesia semakin suram.
Solusi Menarik
Di acara Qualcomm Snapdragon Summit, ada solusi menarik untuk bisa segera menggelar layanan 5G tanpa harus menyiapkan spektrum atau alokasi frekuensi khusus dan perangkat baru 5G, yang dinamakan Dynamic Spectrum Sharing (DSS).
Teknologi ini memungkinkan jaringan 5G digelar di jaringan 4G yang sudah ada tanpa operator harus mengganti perangkat, hanya melalui software update. Jaringan 5G ini bisa digelar di ban FDD LTE, misal 800 GHz, 900 GHz, 2100 GHz, dan lain-lain.
Operator nanti menentukan apakah jaringan 4G yang sudah ada diset secara dynamic porsinya sesuai perangkat yang tersambung, antara 5G dan 4G, atau bisa menetapkan persentase, misal 40% untuk 5G, dan 60% untuk 4G, atau bahkan bisa menggunakan seluruh kapasitas untuk 5G 100% di area tertentu.
Cara ini bisa menjadi langkah mudah untuk operator di Indonesia bisa langsung menggelar 5G tanpa harus menunggu aturan spektrum 5G berlaku, sampai nanti pemerintah selesai menetapkan spektrum 5G dan operator bisa menggelar 5G di jaringan khusus.
Dengan teknologi DSS ini, nantinya semua daerah di Indonesia yang sudah menggelar 4G bisa menggelar jaringan 5G, sehingga Indonesia tidak tertinggal dari negara-negara tetangganya.
ST Liew, Vice President Qualcomm untuk Taiwan dan South East Asia, dalam wawancara khusus di Snapdragon Summit 2019, menyatakan kecintaan dan kepercayaannya kepada Indonesia.
Sebanyak 250 juta penduduk Indonesia dengan ribuan pulau adalah aset yang sangat besar. Optimismenya diungkapkan dengan kemampuan Indonesia menggelar proyek Palapa Ring.
Liew bercerita, saat menyelam di kepulauan Kei Kecil, Maluku, dia terkagum-kagum bisa mendapatkan sinyal 4G di sana. Di banyak kesempatan, dia selalu berusaha datang ke Indonesia untuk melakukan hobinya menyelam.
Berbekal pengalamannya tersebut, meski diceritakan Indonesia masih memiliki kendala untuk menggelar jaringan 5G, Liew mengatakan dengan optimistis bahwa Indonesia pasti bisa memiliki jaringan 5G, mungkin di 2021 atau 2022.
Dirjen SDPPI Kemkominfo, dalam salah satu pemaparannya mengenai kesiapan dan tantangan Indonesia untuk menggelar 5G pernah menyebutkan, selain biaya perangkat jaringan 5G baru yang mahal, sekarang ini handset smartphone yang sudah mengadopsi teknologi 5G masih mahal.
Qualcomm sendiri sebagai salah satu penyedia modem 5G untuk perangkat mobile, di gelaran Snapdragon Summit 2019, meluncurkan chipset mid-range 5G, Snapdragon 765 dan 765G.
Dengan chipset mid-range ini, seperti yang diungkapkan oleh Xiaomi, Oppo, Nokia dan Motorola, dan pasti juga diikuti brand-brand lain, vendor smartphone akan membuat perangkat yang lebih terjangkau harganya di tahun 2020 yang segera tiba.
Dengan kenyataan ini, kita berharap Indonesia tidak berlambat-lambat lagi menggelar jaringan 5G. Karena bicara 5G, bukan lagi tentang smartphone dan kecepatan koneksi, tetapi persaingan global yang lebih besar, seperti industri dan smart city.
Source: https://inet.detik.com